*Cerita Fiksi
Aku bermimpi lagi tentangnya. Masih wajah yang sama. Masih suara yang sama. Wajah yang mirip wajah ibuku. Tapi bukan wajah ibuku. Suara yang mirip suara ibuku. Tapi bukan suara ibuku.
Aku bermimpi lagi tentangnya. Masih wajah yang sama. Masih suara yang sama. Wajah yang mirip wajah ibuku. Tapi bukan wajah ibuku. Suara yang mirip suara ibuku. Tapi bukan suara ibuku.
Dalam mimpi semalam ia
bercerita tentang sebuah kota yang jauh sekali letaknya dari tempat ku
tinggal. Sebuah kota yang riuh, sekaligus hangat. Sibuk, namun menenangkan. “Disana, kamu tidak akan ketemu macet seperti di kotamu. Kita akan lebih sering berjalan kaki atau naik kereta. Keretanya bagus dan bersih, “katanya.
Aku suka sekali naik kereta, kataku girang.
Aku suka sekali naik kereta, kataku girang.
Tak seperti kota
metropolitan yang biasanya penat dan penuh polusi, ia bercerita lagi, kota ini
memiliki taman berukuran super besar. Di dalamnya ada danau, playground, sampai
kebun binatang. Rasanya tidak akan pernah cukup waktu untuk menelusuri setiap
sudutnya. “Nanti kalau kamu kesini kita bisa duduk-duduk di taman itu, sambil
makan hot dog dan main dengan anjing-anjing peliharaan yang sedang diajak
jalan-jalan,” ujarnya.
Mau, mau, pekikku senang.
Mau, mau, pekikku senang.
Perempuan berwajah
mirip ibuku itu tertawa sambil mengelus kepala kecilku, lalu mencium kedua
pipiku. “Nanti ya… Jangan lupa ajak ibumu…, “ katanya, sambil menatapku
lekat-lekat.
“Pasti,” jawabku.
Aku tersenyum dalam tidurku malam itu.
Aku tersenyum dalam tidurku malam itu.
*Untuk bude Lia yang
sedang dirindu… Sampai kita bertemu di kota itu…